Minggu, 30 November 2014

Hukum Minimum Liebig dan Toleransi Shelford

Hukum Minimum Liebig dan Hukum Toleransi Shelford 
Justus Liebig (1803-1873), seorang perintis ilmu kimia modern lahir di Darmstadt, Jerman pada tanggal 12 Mei 1803. Pada tahun 1840, Liebig mengemukakan teorinya yang dinamakan Hukum Minimum Liebig (Law of Minimum). Berikut bunyi hukum minimum Liebig :
Untuk dapat bertahan dan hidup dalam keadaan tertentu, suatu organisme harus memiliki bahan-bahan yang penting diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, keperluan-keperluan dasar ini bervariasi antara jenis dan dengan keadaan” (Rahardjanto, 2001).
Maksudnya, di bawah keadaan-keadaan mantap bahan yang penting yang tersedia dalam jumlah paling dekat mendekati minimum yang genting yang diperlukan akan cenderung merupakan pembatas. Namun, hukum minimum ini kurang dapat diterapkan di bawah keadaan sementara apabila jumlah, pengaruhnya dari bahan sangat cepat berubah.  Liebig menyatakan bahwa jumlah bahan utama yang dibutuhkan apabila mendekati keadaan minimum kritis cenderung menjadi pembatas (Rahardjanto, 2001).
Selain itu, dalam FAO, 1970 dalam Blair, 1979 dituliskan isi hukum minimum Liebig yaitu  “The amount of plant growth is regulated by the factor prosent in minimum amount and rises or falls accordingly as this is increased or decreased in amount “. Yang artinya adalah “Laju pertumbuhan tanaman diatur oleh adanya faktor yang berada dalam jumlah minimum dan besar kecilnya laju pertumbuhan ditentukan oleh peningkatan dan penurunan faktor yang berada dalam jumlah minimum tersebut”.
Sedangkan hukum toleransi Shelford menyatakan :
Kehadiran dan keberhasilan suatu organisme tergantung kepada lengkapnya kompleks-kompleks keadaan. Ketiadan atau kegagalan suatu organisme dapat dikendalikan oleh kekurangan atau kelebihan secara kualitatif dan kuantitatif dari salah satu beberapa faktor yang mungkin mendekati batas-batas toleransi organisme tersebut” (Rahardjanto, 2001). Sehingga selama perubahan (kelebihan atau pun kekurangan suatu faktor) masih dalam batas toleransi maksimum suatu organisme, maka hal ini tidak akan berpengaruh terlalu besar pada kelangsungan hidup organisme tersebut.
Misalnya pada tanaman. Untuk bisa melangsungkan kehidupannya, tanaman membutuhkan berbagai faktor seperti cahaya matahari, suhu, CO2, air, unsur hara dan lain-lain (Lakitan, 2004). Jika salah satu unsur tersebut tidak terpenuhi, maka dapat menyebabkan kurang optimalnya pertumbuhan tanaman tersebut. Bahkan, jika hilangnya salah satu unsur ini berlangsung terus-menerus dan diikuti dengan hilangnya unsur yang lain maka dapat menyebabkan kematian pada tanaman itu sendiri. Akan tetapi dengan adanya daya toleransi dari tanaman itu sendiri akan membuat kesempatan hidup pada tanaman menjadi lebih besar, walaupun keadaannya akan menjadi kurang optimal. Hal ini dapat dilihat pada pengaruh cahaya matahari terhadap percepatan tumbuh tanaman.
Tanaman membutuhkan cahaya matahari untuk membantu melangsungkan kehidupannya. Banyaknya cahaya yang dibutuhkan tidak selalu sama pada setiap tanaman. Umumnya, tanaman membutuhkan cahaya matahari dalam jumlah banyak untuk memproduksi energi (ATP) melalui proses fotosintesis. Namun, ketika tanaman itu masih dalam masa pertumbuhan dari biji menjadi kecambah, jumlah cahaya matahari yang terlalu banyak justru akan mengurangi percepatan tumbuh tanaman itu sendiri. Hal ini terkait dengan adanya hormon, dan zat pengatur tumbuh, seperti auksin, giberelin, sitokinin, etilen, asam absisat, dan beberapa senyawa lain yang kesemuanya sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Salisbury, 1995).
Hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain, dan pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respons fisiologis (Salisbury, 1995). Auksin (dari bahasa Yunani auxein, “meningkatkan”) merupakan hormon yang berperan dalam pertumbuhan tanaman dan terjadinya fototropisme pada tanaman. Terdapat tiga jenis auksin, yaitu asam 4-kloroindolasetat (4-kloroIAA) yang ditemukan pada biji kacang-kacangan, asam fenilasetat (PAA) dan asam indolbutirat (IBA), keduanya terdapat pada berbagai jenis tanaman (Salisbury, 1995).

Dari uraian di atas, diketahui bahwa dalam hal ini cahaya matahari cenderung menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman (dari biji menjadi kecambah). Walaupun demikian, tanaman yang terkena cahaya matahari langsung tetap akan dapat hidup, hanya saja tanaman tersebut menjadi tidak dapat tumbuh tinggi. 

Makalah Konsep Dasar Ekosistem Ekologi

PENDAHULUAN

Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “oikos” yang artinya rumah tangga dan “logos” yang artinya ilmu. Ekologi mengkaji berbagai macam interaksi antarorganisme yang ada di bumi. Di manapun kita menemukan makhluk hidup maka di situ ada kajian ekologi.
Ilmu lingkungan dan ekologi mempunyai hubungan yang sangat erat dan tak terpisahkan satu sama lain. Lingkungan merupakan komponen penting dalam system ekologi (ekosistem), yang meliputi komponen biotik dan abiotik. Sebagai suatu bidang kajian ilmiah, ekologi menggabungkan hipotesis-deduktif yang menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menguji penjelasan hipotesis dari fenomena-fenomena ekologi. Banyak ahli ekologi merancang model matematis yang memungkinkan mereka membuat simulasi eksperimen dalam skala besar yang tidak mungkin dilakukan di lapangan. Dengan pendekatan ini, variabel penting dan hubungan hipotesisnya dijelaskan melalui persamaan matematis (Neil A. Campbell et. al, 1987).
Organisme hidup di alam tidak berdiri sendiri melainkan menjadi suatu kumpulan individu-individu yang menempati suatu tempat tertentu sehingga antar organisme terjadi interaksi. Interaksi-interaksi yang terjadi dapat merupakan interaksi antar individu dari spesies yang sama, interaksi antar individu dari spesies yang berbeda, atau dapat juga merupakan interaksi antar individu dengan lingkungannya.
Di seluruh unit mengenai ekologi ini kita akan melihat lebih banyak lagi contoh-contoh bagaimana organisme dan lingkungannya berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Ekologi dapat dibagi dibagi menjadi empat  tahap kajian yang semakin menyeluruh sifatnya, mulai dari interaksi individu organisme dengan lingkungan abiotik hingga ke dinamika ekosistem (Neil A. Campbell et. al, 1987)
Organisme ekologi berhubungan dengan cara-cara berperilaku, fisiologis, dan morfologis yang digunakan suatu organisme individual dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh lingkungan abiotiknya. Distribusi organisme dibatasi oleh kondisi abiotik yang dapat ditolerir oleh organisme tersebut. Tingkat organisasi berikutnya dalam ekologi adalah populasi, yaitu suatu kelompok individu dari spesies yang sama yang hidup dalam daerah geografis tertentu. Ekologi populasi sebagian besar terpusat pada faktor-faktor yang mempengaruhi ukutan dan komposisi populasi. Suatu komunitas terdiri dari semua organisme yang menempati suatu daerah tertentu, komunitas adalah kumpulan populasi dari spesies yang berlainan. Pertanyaan pada tingkat analisis ini meliputi cara berinteraksi di antara organisme, seperti predasi, kompetisi, dan penyakit yang mempengaruhi struktur dan organisasi komunitas (Neil A. Campbell et. al, 1987).
Kajian ekologi pada ekosistem meliputi semua faktor-faktor abiotik selain komunitas spesies yang ada dalam suatu daerah tertentu. Beberapa pertanyaan penting pada tingkat ekosistem berhubungan dengan aliran energi dan pendauran zat-zat kimia pada berbagai komponen biotik dan abiotik. (Neil A. Campbell et. al, 1987)


PEMBAHASAN

Ekologi adalah kajian tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya (komponen biotik dan abiotik). Adanya suatu kebutuhan hidup, makhluk hidup selalu memiliki keinginan yang sangat kuat pada lingkungannya. Makhluk hidup dipengaruhi oleh lingkungannya, akan tetapi dengan kehadiran dan aktivitasnya makhluk hidup itu juga akan mengubah lingkungannya.
Ekologi dikaitkan dengan lima tingkatan organisasi, yaitu organisme atau individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan ekosfer atau biosfer.
1.      Organisme (individu)
Organisme adalah makhluk yang mempunyai ciri–ciri metabolisme, tumbuh, gerak, dan reproduksi. Semua organisme terdiri atas bermacam–macam spesies. Setiap spesies menggambarkan susunan materi hereditas khusus yang disebut gene (gene pool ), yang berbeda dari gene pool spesies lain. Setiap anggota spesies secara potensial dapat atau mampu mengadakan perkawinan dengan anggota lain dari spesies yang sama, tetapi secara normal tidak dapat kawin dengan anggota spesies yang berbeda. Setiap anggota organisme tunggal disebut induvidu. (Harsoyo Purnomo, 2006)


2.      Populasi
Kata populasi berasal dari bahasa latin, yaitu populus yang berarti rakyat atau penduduk (Irwan, 1992). Dalam ilmu ekologi, yang disebut dengan populasi adalah sekelompok individu yang sejenis atau sama spesiesnya (Irwan, 1991; Heddy, Soemitro dan soekartomo, 1986; Odum, 1993 ). Menurut Resosoedaermo dkk (1986), populasi merupakan kelompok organisme sejenis yang hidup dan berkembang biak pada suatu daerah tertentu. Di dalam menyebut suatu populasi harus dilakukan dengan cara menyebut batas waktu dan tempatnya. Dengan demikian, populasi merupakan kelompok kolektif organisme dari spesies yang sama yang menempati ruang dan memiliki ciri yang merupakan milik kelompok. Suatu organisme tidak dapat hidup sendirian, akan tetapi harus hidup bersama-sama dengan organisme lain, baik dengan organisme sejenis maupun dengan organisme tidak sejenis dalam suatu tempat tumbuh atau habitat (Irwan, 1992).
Pada populasi ini memiliki tingkat organisasi yang lebih tinggi daripada individu-individu organisme dan merupakan kesatuan yang nyata karena memiliki ciri atau karakteristik unik yang dimiliki populasi dan bukan milik individu dalam populasi (Resosoedarmo dkk, 1986; Irwan, 1992)
Interaksi yang terjadi antar spesies antar anggota populasi akan mempengaruhi terhadap kondisi populasi mengingat keaktivan atau tindakan individu dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan ataupun kehidupan populasi. Menurut Odum (1993) setiap anggota populasi dapat memakan anggota-anggota populasi lainnya, bersaing terhadap makanan, mengeluarkan kotoran yang merugikan lainnya, dapat saling membunuh, dan interaksi tersebut dapat searah ataupun dua arah. Oleh karena itu, dari segi pertumbuhan atau kehidupan populasi, interaksi antar spesies anggota populasi dapat merupakan interaksi yang positif, negatif, dan nol (Irwan, 1992)
Berbagai organisme besar atau kecil yang hidup di suatu tempat tumbuh akan bergabung dalam suatu persekutuan yang disebut komunitas biotik. Menurut Resosoedarmo dkk (1986), semua komponen komunitas biotik terikat oleh adanya ketergantungan antara anggota-anggotanya sebagai suatu unit. Komunitas biotik ini terdiri atas kelompok-kelompok kecil yang anggotanya bergabung secara erat satu sama lain, sehingga masing-masing kelompok kecil ini menjadi lebih bersatu. Masing-masing kelompok kecil dalam komunitas biotik dinamakan populasi. (Irwan, 1992).
3.      Komunitas
Komunitas adalah kelompok organisme yang terdiri atas sejumlah jenis yang berbeda, yang secara bersama-sama menempati habitat atau area yang sama, dan terjadi interaksi. Komunitas juga didefinisikan sebagai sekumpulan populasi ynag berbeda baik populasi tumbuhan maupun populasi hewan yang hidup dan berinteraksi pada suatu area dan pada suatu waktu (Harsoyo Purnomo, 2006).
Niche
Setiap organisme dan populasi dalam komunitas memiliki habitat dan niche. Niche (relung) adalah peran ekologi suatu spesies dalam komunitas atau deskripsi peran total struktur dan fungsi spesies di dalam ekosistem atau dengan kata lain status/profesi atau peran fungsional suatu organisme di lingkungan (Harsoyo Purnomo, 2006)
Habitat
Habitat adalah tempat atau komunitas organisme hidup, tumbuh, dan berkembang secara alami atau tempat hidup berbagai jenis organisme yang membentuk suatu komunitas. Habitat juga dapat diartikan tempat/alamat suatu organisme dapat ditemukan. Analogi umum: habitat = “alamat“ dalam ekosistem; sedangkan niche = cara menempatinya, atau cara hidup= “jabatan” (Harsoyo Purnomo, 2006).

4.      Ekosistem (Sistem Ekologi)
Kajian ekologi pada ekosistem meliputi semua faktor-faktor biotik dan abiotik. Di mana faktor biotik dan abiotik tersebut merupakan dua komponen utama penyusun ekosistem. Komponen biotik meliputi semua komponen yang hidup di alam, yang memiliki ciri-ciri antara lain dapat bereproduksi, tumbuh, peka terhadap rangsang, dan membutuhkan energi untuk kelangsungan hidupnya. Contoh komponen biotik antara lain manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme. Sedangkan komponen abiotik merupakan komponen tak hidup yang ada di alam. Contohnya antara lain cahaya, tanah, air, suhu, kelembaban, dan lain sebagainya. Komponen biotik dan abiotik saling mangadakan interaksi, akibat dari interaksi-interaksi tersebut akan terbentuk suatu system. Sistem inilah yang disebut ekosistem (ekologycal system).
Berdasarkan kemampuan penyediaan energi, komponen biotik dibedakan menjadi dua, yaitu autotrof dan heterotrof.
  1. Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan sendiri dalam hal kebutuhan materi maupun energi yang diperlukan untuk organisme itu sendiri. Contohnya antara lain tumbuhan, ganggang, dan bakteri.
  2. Heterotrof adalah organisme yang penyediaan energinya itu mengambil dari organisme lainnya atau dengan kata lain organisme yang sumber energinya tergantung dari organisme lainnya, contohnya antara lain manusia dan hewan.
Dalam suatu ekosistem, mahluk hidup mempunyai peran atau fungsi masing–masing yaitu sebagai produsen, konsumen, atau decomposer.
  1. Produsen yaitu organisme yang mampu memproduksi makanannya dengan cara mengubah bahan–bahan anorganik menjadi bahan organic melalui proses fotosintesis atau kemosintesis. Contohnya adalah tumbuhan dan ganggang.
  2. Konsumen yaitu organisme yang hanya bisa memanfaatkan bahan organic yang sudah jadi sebagai sumber energinya yang berasal dari penghasil bahan organic tersebut (produsen).
  3. Dekomposer adalah organisme yang mampu mengubah bahan-bahan organic yang sudah mati menjadi bahan-bahan anorganik yang lebih sederhana.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa produsen merupakan organisme autotrof, sedangkan konsumen dan decomposer merupakan organisme heterotrof.
Kaidah-kaidah ekosistem :
  1. Bahwa suatu ekosistem itu diatur / dikendalikan secara alamiah.
  2. Suatu ekosistem mempunyai daya kemampuan yang optimal dalam keadaan berimbang. Di atas kemampuan mana ia tidak lagi terkendali, dengan akibat menimbulkan perubahan-perubahan lingkungan (krisis lingkungan) yang tidak lagi berada dalam keadaan lestari bagi kehidupan.
  3. Antara unsur-unsur dalam lingkungan seluruhnya, terdapat suatu interaksi, saling mempengaruhi yang bersifat timbal balik (crucial inter-relationship).
  4. Interaksi dilakukan antar unsur-unsur (komponen-komponen) lingkungan, yaitu dapat antar:
·         Komponen-komponen biotik dengan komponen-komponen abiotis dilain pihak.
·         Komponen-komponen biotis sendiri.
·         Sesama komponen-komponen abiotis pula.
  1. Interaksi itu senantiasa terkendali menurut suatu “dynamika” yang stabil untuk mencapai suatu optimum mengikuti setiap perubahan yang dapat ditimbulkan terhadapnya dalam ukuran batas-batas kesamggupannya.
  2. Setiap ekosistem memiliki sifat-sifat yang khas disamping sifat-sifat yang fundamental (umum) yang secara bersama-sama dengan lain ekosistem yang ada melakukan peranan terhadap keseluruhan ekosistem alam di bumi kita.
  3. Bahwa setiap ekosistem tergantung dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tempat, waktu atau masa waktu, dan masing-masing membentuk basis-basis perbedaan diantara ekosistem-ekosistem itu sendiri sebagai pencerminan sifat-sifatnya yang khas.
  4. Antara satu dengan yang lain masing-masing ekosistem juga melibatkan dirinya untuk memilih interaksinya pula secara tertentu.
(Slamet Riyadi, 1981).

5.      Ekosfer (Ekosistem global)
Ekosfer adalah bagian bumi tempat semua organisme hidup berada dan berinteraksi; atau bagian bumi dan atmosfer yang dapat menunjang kehidupan organisme. Ekosfer disebut juga dengan istilah biosfer atau ecumene. Ekosfer terdiri atas atmosfer, hidrosfer, dan lithosfer. Atmosfer meliputi udara atau gas dan partikel-partikel yang tersebar di atas permukaan bumi. Hidrosfer meliputi seluruh perairan di bumi, yaitu laut, badan air yang lebih kecil, dan air tanah; air beku (es di daerah kutub, es terapung, lapisan tanah beku di lingkaran arktik / permafrost); dan sejumlah kecil uap air. Lithosfer meliputi tanah, batu-batuan / kerak bumi, dan magma. (Harsoyo Purnomo, 2006)
Steady state
Kajian utama ekologi adalah ekosistem. Ekosistem adalah sebuah sistem yang menggambarkan interaksi antara komponen biotik dan abiotik. Semua komponen biotik dan abiotik yang menyusun ekosistem ini saling berinteraksi sesuai dengan kemampuannya.
Secara alami, semua komponen (produsen, konsumen, dan decomposer) mestinya dalam keadaan seimbang (interaksinya). Keseimbangan dalam ekosistem adalah keseimbangan yang dinamis (steady state). Keseimbangan ekosistem yang dinamis (steady state) adalah keseimbangan yang sewaktu-waktu dapat mengalami perubahan tetapi pasti akan berakhir dengan keseimbangan yang baru. Keseimbangan dalam ekosistem dapat terjadi disebabkan karena adanya mekanisme umpan balik yang berlangsung.

Umpan balik
Umpan balik merupakan pengaruh balik yang diberikan oleh komponen yang terpengaruh oleh komponen lain terhadap komponen yang pertama kali mengalami perubahan. Mekanisme umpan balik dapat digambarkan sebagai berikut : pada awalnya dalam suatu ekosistem terjadi keseimbangan antar komponennya, kemudian ada pengaruh dari luar. Akibat pengaruh dari luar maka keseimbangan ekosistem akan terganggu. Pengaruh luar tersebut mempengaruhi terhadap satu komponen, kemudian komponen yang terpengaruh oleh faktor luar tersebut juga akan mempengaruhi komponen-komponen lainnya. Komponen lain yang terpengaruh selanjutnya akan memberikan pengaruh balik terhadap komponen pertama kali yang terpengaruh  langsung oleh faktor luar. Semua komponen dalam ekosistem saling terkait.
Berdasarkan sifat pengaruh balik yang diberikan umpan balik dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. umpan balik yang mendorong terjadinya perubahan sehingga perubahan terjadi terus menerus.umpan balik ini dikenal sebagai umpan balik positif.
b.     umpan balik yang bersifat menghambat terjadinnya perubahan, sehinnga perubahan akan berhenti. Umpan balik ini dikenal sebagai umpan balik negatif.

Contoh mekanisme umpan balik positif dalam suatu ekosistem :
Pada suatu ekosistem kolam, terdiri atas komponen biotik (ikan) dan abiotik (air). Pada awalnya ekosistem tersebut seimbang, suatu saat ada pengaruh luar yang mengganggu keseimbangan ekosistem tersebut. Pengaruh luar tersebut misalnya pencemaran oleh bahan kimia. Air yang tercemar oleh bahan kimia tersebut akan mengakibatkan ikan–ikan mati. Selanjutnya, ikan yang mati akan membusuk dan membuat kualitas air semakin buruk sehingga lebih banyak lagi ikan yang mati. Proses ini akan terus berlanjut sehinngga populasi ikan akan habis atau mati. Dengan demikian, pengaruh balik yang diberikan mendorong terjadinya perubahan atau dengan kata lain umpan balik positif (+).
Contoh mekanisme umpan balik negatif dalam ekosistem :
Pada suatu ekosistem padang rumput, terdiri atas komponen biotik (kelinci dan rumput). Awalnya, ekosistem dalam keadaan seimbang dan suatu saat ada faktor dari luar yang masuk sehinnga akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem tersebut. Faktor luar tersebut misalnya masuknya kelinci dari daerah lain ke ekosistem tersebut (imigrasi). Sehinnga akan berpengaruh terhadap jumlah populasi kelinci. Jumlah kelinci yang semakin banyak akan menyebabkan terjadinya perumputan yang semakin tinggi. Hal ini akan berakibat jumlah rumput semakin berkurang. Berkurangnya jumlah rumput maka rumput akan memberikan umpan balik terhadap kelinci. Kelinci akan berkompetisi untuk mendapatkan rumput. Kelinci yang kalah kompetisi akan bermigrasi keluar dari ekosistem tersebut sehingga jumlah kelinci berkurang kembali. Dengan demikian, ekosistem tersebut akan kembali seimbang. Hal ini menunjukkan umpan balik yang diberikan menghambat terjadinya perubahan atau dinamakan umpan balik negatif (-).

Homeostasis
Homeostasis merupakan kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan antar komponen dalam ekosistem. Secara alami, setiap komponen dalam ekosistem memiliki kemampuan homeostasis. Dengan adanya kemampuan homeostasis secara alami maka ekosistem mampu mempertahankan keseimbangan. Jika faktor dari luar terlalu besar melebihi kemampuan homeostasis komponen tersebut, maka kommponen tersebut menjadi tidak seimbang lagi.
Setiap sistem kontrol homeostasis memiliki 3 komponen fungsional, yaitu sebuah reseptor, pusat kontrol, dan sebuah efektor. Reseptor mendektesi perubahan beberapa variabel lingkungan internal hewan, seperti perubahan suhu tubuh. Pusat kontrol memproses informasi yang diterima dari reseptor dan mengarahkan suatu respon yang tepat melalui efektor. Sebagai suatu contoh sebagaimana komponen-komponen ini berinteraksi, bagaimana suhu ruangan dikontrol. Dalam kasus ini, pusat kontrol, yang disebut termostat, juga mengandung reseptor (sebuah termometer). Ketika suhu turun di bawah suhu yang telah ditentukan (titik pasang, set-point), katakanlah 200C, termostat akan menghidupkan pemanas (efektor). Ketika termometer mendeteksi suhu berada di atas titik pasang, termostat akan mematikan pemanas jenis perputaran ini disebut umpan–balik negatif (negatif feed-back), karena perubahan pada variabel yang sedang dipantau memicu mekanisme kontrol untuk menghalangi perubahan lebih lanjut dalam arah yang sama (Neil A. Campbell et. al, 1987).


PENUTUP

Ekologi mengkaji berbagai macam interaksi antarorganisme yang ada di bumi. Di manapun kita menemukan makhluk hidup maka di situ ada kajian ekologi. Ekologi dikaitkan dengan lima tingkatan organisasi, yaitu organisme atau individu, populasi, komunitas, ekosistem, dan ekosfer atau biosfer. Kajian utama ekologi adalah ekosistem.
Ekosistem adalah sebuah sistem yang terbentuk akibat interaksi antara komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik meliputi semua komponen yang hidup di alam, yang memiliki ciri-ciri antara lain dapat bereproduksi, tumbuh, peka terhadap rangsang, dan membutuhkan energi untuk kelangsungan hidupnya. Sedangkan komponen abiotik merupakan komponen tak hidup yang ada di alam.
Dalam suatu ekosistem, mahluk hidup mempunyai peran atau fungsi masing–masing yaitu sebagai produsen, konsumen, atau decomposer. Berdasarkan kemampuan penyediaan energi, makhluk hidup dibedakan menjadi dua, yaitu autotrof dan heterotrof.
Secara alami, semua komponen (produsen, konsumen, dan decomposer) dalam keadaan seimbang (interaksinya). Keseimbangan dalam ekosistem adalah keseimbangan yang dinamis (steady state). Keseimbangan ekosistem yang dinamis (steady state) adalah keseimbangan yang sewaktu-waktu dapat mengalami perubahan tetapi pasti akan berakhir dengan keseimbangan yang baru. Keseimbangan dalam ekosistem dapat terjadi disebabkan karena adanya mekanisme umpan balik yang berlangsung.
Homeostasis merupakan kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan antar komponen dalam ekosistem. Secara alami, setiap komponen dalam ekosistem memiliki kemampuan homeostasis. Dengan adanya kemampuan homeostasis secara alami maka ekosistem mampu mempertahankan keseimbangan. Jika faktor dari luar terlalu besar melebihi kemampuan homeostasis komponen tersebut, maka komponen tersebut menjadi tidak seimbang lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Campbell N.A., J.B Reece, dan L.G Mitchell. 1999. Biologi edisi kelima jilid 3. Erlangga. Jakarta
Irwan. 1992. Ekologi Hutan. Media Pustaka. Bandung
Purnomo, H. 2006. Dasar-dasar Ilmu Lingkungan. IKIP PGRI Semarang Press. Semarang
Riyadi, S. 1981. Ecology: Ilmu Lingkungan, Dasar-dasar dan Pengertiannya. Usaha Nasional. Surabaya


FAKTOR PEMBATAS LINGKUNGAN

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI
FAKTOR PEMBATAS LINGKUNGAN

  1. Tujuan
1.  Mengkaji faktor-faktor lingkungan yang berperan sebagai faktor pembatas pada ekosistem hutan.
2.    Mengkaji faktor-faktor lingkungan yang berperan sebagai faktor pembatas pada ekosistem padang rumput.
3.    Mengkaji faktor-faktor lingkungan yang berperan sebagai faktor pembatas pada ekosistem sungai.

  1. Dasar Teori
Setiap organisme didalam habitatnya selalu dipengaruhi oleh berbagai hal disekelilingnya. Setiap faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme tersebut disebut faktor lingkungan. Lingkungan mempunyai dimensi ruang dan waktu, yang berarti kondisi lingkungan tidak mungkin seragam baik dalam arti ruang maupun waktu. Kondisi lingkungan akan berubah sejalan dengan perubahan ruang, dan akan berubah pula sejalan dengan waktu. Organisme hidup akan bereaksi terhadap variasi lingkungan ini , sehingga hubungan nyata antara lingkungan dan organisme hidup ini akan membentuk komunitas dan ekosistem tertentu, baik berdasarkan ruang maupun waktu. Ada dua hukum yang berkenaan dengan faktor lingkungan sebagai faktor pembatas bagi organisme , yaitu Hukum Minimum Liebig dan Hukum Toleransi Shelford. (Susatyo,2003)

Hukum Minimum dari Liebig
Dalam tahun 1840 Justus von Liebig, seorang pakar kimia dari Jerman, memprakarsai suatu kajian dalam pengaruh berbagai faktor terhadap pertumbuhan tanaman . Dia berpendapat bahwa hasil dari suatu panen tanaman sering dibatasi oleh nutrisi yang diperlukan dalam jumlah yang banyak seperti karbon dan air. Dia menemukan bahwa kekurangan posfor seringkali merupakan faktor yang membatasi pertumbuhan tanaman tersebut. Penemuan ini membawa pada pemikiran bahwa adanya faktor penentu yang mungkin membatasi produktivitas tanaman. Tumbuhan untuk dapat hidup dan tumbuh dengan baik membutuhkan sejumlah nutrien tertentu (misalnya unsur-unsur nitrat dan fosfat) dalam jumlah minimum. Jika hal tersebut tidak terpenuhi maka pertumbuhan dan perkembangannya akan terganggu. Dalam hal ini unsur-unsur tersebut sebagai faktor ekologi berperan sebagai faktor pembatas. (polunin,1997)
 Pemikirannya, pada saat itu, kemudian dikembangkannya menjadi hukum yang terkenal dengan “hukum minimum”, yang dinyatakan sebagai berikut: Pertumbuhan dari tanaman tergantung pada sejumlah bahan makanan yang berada dalam kuantitas terbatas atau sedikit sekali.
Hukum minimum hanya berperan dengan baik untuk materi kimia yang diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi. Liebig tidak mempertimbangkan peranan faktor lainnya, baru kemudian peneliti lainnya mengembang pertanyaannya yang menyangkut faktor suhu dan cahaya. Sebagai hasilnya mereka menambahkan dua pertanyaan, yaitu:
  • Hukum ini berlaku hanya dalam kondisi keseimbangan yang dinamis atau steady state. Apabila masukan dan keluaran energi dan materi dari ekosistem tidak berada dalam keseimbangan, jumlah berbagai substansi yang diperlukan akan berubah terus dan hukum minimum tidak berlaku.
  • Hukum minimum harus memperhatikan juga asana interaksi diantara faktor-faktor lingkungan. Konsentrasi yang tinggi atau ketersediaan yang melimpah dari sesuatu substansi mungkin akan mempengaruhi laju pemakaian dari substansi lain dalam jumlah yang minimum. Sering juga terjadi organisasi hidup memanfaatkan unsur kimia tambahan yang mirip dengan yang diperlukan yang ternyata tidak ada di habitatnya. (polunin,1997)
Dalam ekologi tumbuhan faktor lingkungan sebagai faktor ekologi dapat dianalisis menurut bermacam-macam faktor. Satu atau lebih dari faktor-faktor tersebut dikatakan penting jika dapat mempengaruhi atau dibutuhkan, bila terdapat pada taraf minimum, maksimum atau optimum menurut batas-batas toleransinya. (Odum,1993)
Hukum Toleransi dari Shelford
Salah satu perkembangan yang paling berarti dalam kajian faktor lingkungan terjadi pada tahun 1913 ketika Victor Shelford mengemukakan hukum toleransi. Hukum ini mengungkapkan pentingnya toleransi dalam menerangkan distribusi dari jenis.
Hukum toleransi menyatakan bahwa untuk setiap faktor lingkungan suatu jenis mempunyai suatu kondisi minimum dan maksimum yang dapat dipikulnya, diantara kedua harga ekstrim ini merupakan kisaran toleransi dan termasuk suatu kondisi optimum.
Hukum Toleransi Shelford menyatakan bahwa untuk setiap faktor lingkungan suatu janis organisme mempunyai suatu kondisi minimum dan maksimum yang mampu diterimanya, diantara kedua harga ekstrim tersebut merupakan kisaran toleransi dan didalamnya terdapat sebuah kondisi yang optimum. Dengan demikian setiap organisme hanya mampu hidup pada tempat-tempat tertentu saja, yaitu tempat yang cocok yang dapat diterimanya. Diluar daerah tersebut organisme tidak dapat bertahan hidup dan disebut daerah yang tidak toleran. (Odum,1993)
Dalam ekologi pernyataan taraf relatif terhadap faktor-faktor lingkungan dinyatakan dengan awalan steno (sempit) atau eury (luas) pada kata yang menjadi faktor lingkungan tersebut. Misalnya toleransi yang sempit terhadap suhu udara disebut stenotermal atau toleransi yang luas terhadap kadar pH tanah, disebut euryionik. Pengaruh faktor-faktor lingkungan dan kisarannya untuk suatu tumbuh-tumbuhan berbeda-beda, karena satu jenis tumbuhan mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda menurut habitat dan waktu yang berlainan. Tetapi pada dasarnya secara alami kehidupannya dibatasi oleh: jumlah dan variabilitas unsur-unsur faktor lingkungan tertentu (seperti nutrien dan faktor fisik, misalnya suhu udara) sebagai kebutuhan minimum, dan batas toleransi tumbuhan terhadap faktor atau sejumlah faktor lingkungan tersebut. (Odum,1992)
Meskipun Hukum Minimum Liebig dan Hukum Toleran shelford pada dasarnya benar namun hukum ini masih terlalu kaku, sehingga kedua hukum tersebut digabungkan menjadi konsep faktor pembatas. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kehadiran dan keberhasilan suatu organisme tergantung pada kondisi-kondisi yang tidak sederhana. Organisme di alam dikontrol tidak hanya oleh suplai materi yang minimum diperlukannya, tetapi juga oleh faktor-faktor lainnya yang keadaannya kritis. Faktor apapun yang kurang atau melebihi batas toleransinya mungkin akan merupakan pembatas dalam pertumbuhan dan penyebaran jenis. (Odum,1992)
Di dalam hukum toleransi Shelford dikatakan bahwa besar populasi dan penyebaran suatu jenis makhluk hidup dapat dikendalikan dengan faktor yang melampaui batas toleransi maksimum atau minimum dan mendekati batas toleransi maka populasi atau makhluk hidup itu akan berada dalam keadaan tertekan (stress), sehingga apabila melampaui batas itu yaitu lebih rendah dari batas toleransi minimum atau lebih tinggi dari batas toleransi maksimum, maka makhluk hidup itu akan mati dan populasinya akan punah dari sistem tersebut. Untuk menyatakan derajat toleransi sering dipakai istilah steno untuk sempit dan euri untuk luas. Cahaya, temperatur dan air secara ekologis merupakan faktor lingkungan yang penting untuk daratan, sedangkan cahaya, temperatur dan kadar garam merupakan faktor lingkungan yang penting untuk lautan. Semua faktor fisik alami tidak hanya merupakan faktor pembatas dalam arti yang merugikan akan tetapi juga merupakan faktor pengatur dalam arti yang menguntungkan sehingga komunitas selalu dalam keadaan keseimbangan atau homeostatis.(Odum,1993)
Pengertian tentang faktor lingkungan sebagai faktor pembatas kemudian dikenal sebagai Hukum faktor pembatas, yang dikemukakan oleh F.F Blackman, yang menyatakan: jika semua proses kebutuhan tumbuhan tergantung pada sejumlah faktor yang berbeda-beda, maka laju kecepatan suatu proses pada suatu waktu akan ditentukan oleh faktor yang pembatas pada suatu saat. (Odum,1993)

Faktor Fisik Sebagai Faktor Pembatas, Lingkungan Mikro dan Indikator Ekologi
             Lingkungan mikro merupakan suatu habitat organisme yang mempunyai hubungan faktor-faktor fisiknya dengan lingkungan sekitar yang banyak dipengaruhi oleh iklim mikro dan perbedaan topografi. Perbedaan iklim mikro ini dapat menghasilkan komunitas yang berbeda. Suatu faktor lingkungan sering menentukan organisme yang akan ditemukan pada suatu daerah. Karena suatu faktor lingkungan sering menentukan organisme yang akan ditemukan pada suatu daerah, maka sebaliknya dapat ditentukan keadaan lingkungan fisik dari organisme yang ditemukan pada suatu daerah. Organisme inilah yang disebut indikator ekologi (indikator biologi). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan indikator biologi adalah:
a)         Umumnya organisme steno, yang merupakan indikator yang lebih baik dari pada organisme euri. Jenis tanaman indikator ini sering bukan merupakan organisme yang terbanyak dalam suatu komunitas.
b)        Spesies atau jenis yang besar umumnya merupakan indikator yang lebih baik dari pada spesies yang kecil, karena spesies dengan anggota organisme yang besar mempunyai biomassa yang besar pada umumnya lebih stabil. Juga karena turnover rate organisme kecil sekarang yang ada/hidup mungkin besok sudah tidak ada/mati. Oleh karena itu, tidak ada spesies algae yang dipakai sebagai indikator ekologi.
c)         Sebelum yakin terhadap satu spesies atau kelompok spesies yang akan digunakan sebagai indikator, seharusnya kelimpahannya di alam telah diketahui terlebih dahulu.
d)        Semakin banyak hubungan antarspesies, populasi atau komunitas seringkali menjadi faktor yang semakin baik apabila dibandingkan dengan menggunakan satu spesies. (Polunin,1997)
Semua faktor lingkungan dapat bertindak sebagai faktor pembatas bagi suatu organisme, baik secara bersamaan ataupun sendiri-sendiri. Beberapa faktor lingkungan yang sering menjadi faktor pembatas bagi organisme secara umum adalah :
1.         Cahaya Matahari
Cahaya Matahari merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena sebagai sumber energi utama bagi seluruh ekosistem. Struktur dan fungsi dari suatu ekosistem sangat ditentukan oleh radiasi matahariyang sampai pada ekosistem tersebut. Cahaya matahari, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak dapat menjadi faktor pembatas bagi organisme tertentu.
2.         Suhu Udara
Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan langsung maupun tidak langsung terhadap suatu organisme. Suhu berperan dalam mengontrol proses-proses metabolisme dalam tubuh serta berpengaruh terhadap faktor-faktor lainnya terutama suplai air.
3.         Air
Air merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena semua organisme hidup memerlukan air. Air dalam biosfer ini jumlahnya terbatas dan dapat berubah-ubah karena proses sirkulasinya. Siklus air dibumi sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air tawar pada setiap ekosistem pada akhirnya akan menentukan jumlah keragaman organisme yang dapat hidup dalam ekosistem tersebut.
4.         Ketinggian Tempat
Ketinggian suatu tempat diukur mulai dari permukaan air laut. Semakin tinggi suatu tempat, keragaman gas-gas udara semakin rendah sehingga suhu suhu udara semakin rendah.
5.         Kuat arus
Kuat arus dalam suatu perairan sungai sangat menentukan kondisi substrat dasar sungai, suhu air, kadar oksigen, dan kemampuan organisme untuk mempertahankan posisinya diperairan tersebut. Semakin kuat arus air, semakin berat organisme dalam mempertahankan posisinya. (Polunin,1997)

Faktor pembatas dalam ekosistem perairan sungai adalah :
Ø  Cahaya matahari
Cahaya Matahari merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena sebagai sumber energi utama bagi seluruh ekosistem. Struktur dan fungsi dari suatu ekosistem sangat ditentukan oleh radiasi matahariyang sampai pada ekosistem tersebut. Cahaya matahari, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak dapat menjadi faktor pembatas bagi organisme tertentu.
Ø  Air.
Air merupakan faktor lingkungan yang sangat penting, karena semua organisme hidup memerlukan air. Air dalam biosfer ini jumlahnya terbatas dan dapat berubah-ubah karena proses sirkulasinya. Siklus air dibumi sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air tawar pada setiap ekosistem pada akhirnya akan menentukan jumlah keragaman organisme yang dapat hidup dalam ekosistem tersebut.
Ø  Suhu.
Air mempunyai beberapa sifat unik yang berhubungan dengan panas yang secara bersama-sama mengurangi perubahan suatu sampai tingkat minimal, sehingga perbedaan suhu dalam air lebih kecil dan perubahan yang terjadi lebih lambat dari pada di udara. Sifat yang terpenting adalah : panas jenis, panas fusi, dan panas evaporasi.
Ø  Kejernihan
Penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesa dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman. Kekeruhan, terutama bila disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat mengendap, sering kali penting sebagai faktor pembatas. Sebaliknya, bila kekeruhan disebabkan oleh organisme, ukuran kekeruhan merupakan indikasi produktifitas.
Ø  Arus
Air cukup “padat”, maka arah arus amat penting sebagai faktor pembatasan, terutama pada aliran air. Disamping itu, arus sering kali amat menentukan distribusi gas yang fital, garam dan organisme yang kecil. Kuat arus dalam suatu perairan sungai sangat menentukan kondisi substrat dasar sungai, suhu air, kadar oksigen, dan kemampuan organisme untuk mempertahankan posisinya diperairan tersebut. Semakin kuat arus air, semakin berat organisme dalam mempertahankan posisinya.
Ø  Zona air deras
Daerah yang airnya dangkal dimana kecepatan arus cukup tinggi untuk menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain yang lepas, sehingga dasarnya padat. Zona ini dihuni oleh berbagai bentos yang telah beradapatasi khusus misalnya derter.
Ø  Zona air tenang
Bagian air yang dalam dimana kecepatan arus suda berkurang, maka lumpur dan materi lepas cenderung mengendap di dasar, sehingga dasarnya lunak tidak sesuai dengan bentos tetapi sesuai untuk penggali nekton dan plankton. (Odum,1997)

  1. Alat dan bahan


1.     Thermometer
2.     Anemometer
3.     Lux-meter
4.     Higrometer
5.     Soil Tester
6.     pH meter
7.     Meteran
8.     Jala Surber
9.     Jaring Plankton





    V.            Pembahasan
Faktor Pembatas pada Ekosistem Sungai

            Faktor lingkungan akan mempengaruhi komponen biotic dalam ekosistem sungai. Factor-faktor tersebut diantaranya intensitas cahaya, suhu udara, suhu air, kelembaban udara, pH air, kecerahan air, kekeruhan air, kedalaman air, dan kecepatan arus air. Semua factor lingkungan tersebut dapat beertindak sebagai factor pembatas bagi organisme sungai di Tenjomoyo, baik secara bersamaan ataupun sendiri-sendiri. Dengan adanya factor pembatas akan mempengaruhi kehidupan organisme sungai untuk bertahan hidup. Pada ekosistem sungai dapat dibuat skema factor yang mempengaruhi organisme (makhluk hidup) yang ada di sungai Tenjomoyo berdasarkan data organisme yang ada di ekosistem sungai ketika kami mengamatinya.

Alga
lumut
udang
ikan
katak
Anggang-anggang
·   Intensitas cahaya
·   Kelembab an udara
·   Suhu air
·   pH air
·   kecepatan arus
·   kekeruhan
·   kelembab an udara
·   suhu udara
·   pH air
·   kecerahan
·   intensitas cahaya
·   suhu udara
·   pH air
·   kecepat an arus
·   kekeruhan
·   lumut
·   alga
·    suhu air
·    pH air
·    kekeruh an
·    lumut
·    alga
·   suhu udara
·   kelembaban
·   anggang-anggang
·   suhu udara
·   kecepat an arus
·   alga

            Dari skema dan tabel diatas dapat dilihat bahwa factor lingkungan dapat mempengaruhi makhluk hidup yang ada di sungai. Dari setiap individu, mempunyai factor pembatas yang berbeda dengan individu lain. Dari hasil analisis kami berdasarkan data organisme (makhluk hidup) yang kami ambil  ketika mengamati di ekosistem sungai Tenjomoyo bahwa factor pembatas dari alga hijau adalah intensitas cahaya, kelembaban udara, suhu air, pH air, kecepatan arus, dan kekeruhan. Alga hijau secara langsung dipengaruhi oleh intensitas cahaya untuk melakukan fotosintesis. Alga ini hidup diatas permukaan air. Kelembaban air, suhu air, dan pH air juga mempengaruhi petumbuhan alga hijau, dimana alga hijau dapat tumbuh optimal pada kelembaban air, suhu air, pH air yang cocok dan kebutuhan minimalnya terpenuhi. Jika kebutuhan alga hijau dari factor lingkungannya terpenuhi atau lebuh dari kebutuhan minimalnya maka kehidupan alga akan semakin layak untuk hidup. Sedangkan kecepatan arus juga menjadi factor pembatas pertumbuhan alga. Jika arus terlalu cepat, maka alga tidak akan tumbuh optimal karena mudah terbawa arus sungai.
            Factor pembatas lumut akan berbeda dengan alga hijau yaitu kelembaban, suhu air, pH air, kecerahan dan intensitas cahaya. Lumut dapat hidup pada lingkungan yang mempunyai kelembaban , suhu, pH, kecerahan dan intensitas cahaya yang cocok dan mendukung untuk pertumbuhannya. Factor pembatas pada udang yaitu suhu air, pH air, kecepatan arus, dan kekeruha. Suhu dan pH air yang tidak cocok untuk pertumbuhan udang, maka udang tidak akan tumbuh dengan optimal. Jika suhu dan pH air dalam kebutuhan minimalnya terpenuhi, udang dapat bertahan hidup pada habitat tersebut. Factor pembatas kecepatan arus, udang akan mudah terbawa arus air jika kecepatan arus sangat deras. Sehingga pertumbuhan atau kehidupan udang akan tidak optimal.faktor pembatas pada kekeruhan berhubungan dengan jumlah partikel-partikel dalam air. Jika jumlah partikel dalam air banyak maka kadar O2 dalam air sangat sedikit. Jika kadar O2 dalam air sangat sedikit maka akan mempengaruhi kehidupan udang.
            Factor pembatas ikan diantaranya suhu air, pH air,  kekeruhan, lumut, alga. Ikan dapat hidup optimal pada suhu air dan pH air yang cocok. Ikan tidak dapat hidup pada pH yang terlalu basa dan terlalu asam, pada suhu yang terlalu tinggi dan suhu yang terlalu rendah. Sehingga ikan mempunyai batasan tertentu untuk dapat hidup. Ikan mempunyai batasan suhu dan pH air minimal untuk dipanuhi.batasan suhu dan ph air ikan jika tidak dapat terpenuhi dihabitatnya, dalam jangka pendek ikan masih mempunyai toleransi tetapi dalam jangka panjang ikan akan mati. Sedangkan anggang-anggang mempunyai factor pembatas suhu air, kecepatan arus dan alga. Untuk factor pembatas katak diantaranya suhu udara, kelembaban, dan anggang-anggang. Katak dapat bertahan hidup pada suhu dan kelembaban yang cocok. Sedangkan adanya anggang-anggang adalah ketersediaan makanan katak untuk mempertahankan hidupnya. Jika banyak ketersediaan makanan, artinya kebutuhan minimal makanannya terpenuhi maka katak akan dapat hidup layak pada ekosistem sungai tersebut. Factor pembatas pada kecepatan arus anggang-anggang dapat hidup dengan optimal minimal pada kecepatan arus yang lemah. Jika pada kecepatan arus yang kuat maka anggang-anggang semakin berat dalam mempertahankan hidupnya. Jika kebutuhan minimal anggang-anggang hidup pada kecepatan arus yang lemah dapat terpenuhi maka anggang-anggang tersebut dapat hidup layak pada ekosistem sungai di Tenjamoyo. Sedangkan untuk alga, berhubungan dengan katersediaan makanan dalam ekosistem sungai tersebut. Jika ketersediaan alga minimal terpenuhi maka anggang-anggang dapat hidup layak.

Factor Pembatas Pada Ekosistem Padang Rumput
Organisme
Faktor pembatas
Tumbuhan hijau
        Rumput teki
        Tapak lima
        Semanggi

        Intensitas cahaya
        Suhu udara
        PH tanah
        Air
        unsur tanah dan tekstur tanah
Konsumen I
        Serangga (nyamuk, kupu-kupu, capung, belalang, dan semut)


        Tumbuhan hijau (rumput teki, tapak lima, semanggi
        suhu udara
        kelembaban
        Cacing
        PH tanah
        suhu udara
        kelembaban tanah
        intensitas cahaya


Setiap organisme didalam habitatnya selalu dipengaruhi oleh berbagai hal disekelilingnya. Setiap faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme tersebut sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme tersebut disebut sebagai, faktor lingkungan bagitu pun juga untuk organisme mempunyai faktor pembatas dan faktor pendukung sebagai kelangsungan hidupnya. Faktor pembatas sendiri merupakan kebutuhan minimal yang harus terpenuhi bagi organisme itu sendiri, dan apabila dilihat dari kisaran toleransinya maka kebutuhan organisme tersebut tidak boleh kurang atau melebihi dari kisaran toleransi yang dimiliki oleh organisme tersebut. Jadi dapat dikatakan kalau faktor pembatas tersebut bergantung pada nilai kebutuhan minimum dan nilai toleransi yang dimiliki oleh organisme tersebut.
Pada ekosistem padang rumput didaerah Tinjoyo terdapat beberapa faktor yang bertindak sebagai faktor pembatas bagi faktor ataupun organisme lainnya. Adapun faktor pembatas yang pertama adalah intensitas cahaya, intensitas cahaya disini akan berpengaruh pada beberapa populasi yang ada pada ekosistem padang rumput tersebut. Dalam hal ini intensitas cahaya berperan sebagai faktor pembatas bagi beberapa tumbuhan hijau diantaranya adalah rumput teki, tapak lima, dan semanggi karena cahaya yang masuk kedaerah/tempat padang rumput tersebut akan mempengaruhi proses fotosintesis tumbuhan hijau tersebut. Selain itu cahaya matahari merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem dan cahaya matahari baik dalam jumlah sedikit maupun kelebihan dapat menjadi faktor pembatas bagi populasi rumput yang ada di ekosistem padang rumput.
Selain sebagai faktor pembatas bagi tumbuhan hijau (rumput teki, tapak lima, dan semanggi), intensitas cahaya yang masuk pada ekosistem tersebut juga akan berpengaruh terhadap faktor abiotik lainnya seperti kelembapan udara, kelembapan tanah akan semakin berkurang, sedangkan suhu udara dan suhu tanah akan semakin naik.
Faktor pembatas yang selanjutnya adalah suhu udara (temperatur udara). Suhu merupakan faktor pembatas yang dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap suatu organisme. Dalam hal ini, pada ekosistem padang rumput suhu udara merupakan faktor pembatas bagi tumbuhan hijau seperti rumput teki, tapak liman, dan semanggi. Suhu udara disini akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan relatif, laju asimilasi bersih, serta mengontrol proses-proses metabolisme yang ada pada tumbuhan hijau tersebut.
Karena pada suhu optimal antara 20 0C – 30 0C yang sangat dibutuhkan bagi tumbuhan-tumbuhan hijau, sehingga apabila suhu udara tersebut berkurang atau melebihi batas toleransi yang dibutuhkan bagi tumbuhan hijau tersebut akan mati. Selain berpengaruh langsung terhadap tumbuhan hijau tersebut, suhu udara juga akan berpengaruh tidak langsung terhadap tumbuhan hijau tersebut, karena suhu udara disini akan berpengaruh terhadap faktor-faktor lainnya terutama suplay air. Apabila suhu udara makin tinggi maka suplay air akan berkurang sehingga tumbuhan akan mengalami kekurangan air.
Faktor pembatas untuk tumbuhan hijau selanjutnya adalah PH tanah, PH tanah aan berpengaruh terhadap kesuburan tumbuhan hijau tersebut. Tanaman dapat tumbuh dengan baik apabila berada pada PH tanah antara 6,5 – 7,5, karena dalam PH optimum ini rumput teki, semanggi, tapak liman dan lain-lain akan tumbuh subur karena ketersediaan unsur-unsur hasa yang seperti phospor. Sehingga apabila PH tanah kurang atau melebihi batas toleransi yang dimilinya makan tumbuhan tersebut tidak akan mampu untuk bertahan hidup. Selain sebagai faktor pembatas untuk tumbuhan hijau, PH tanah juga dapat digunakan sebagai faktor pembatas untuk hewan-hewan tanah seperti cacing. Karena keberadaan dan kepadatan hewan-hewan tanah sangat bergantung pada PH tanah. Hewan tanah ada yang memilih hidup di PH yang asam dan ada yang memilih hidup di PH yang basa, dalam ekosistem padang rumput ini cacing tanah yang hanya dapat hidup pada tanah asam, disebut bertoleransi terhadap asam, sedangkan yang tidak dapat hidup pada asam berarti tidak bertoleransi terhadap tanah asam, demikian juga sebaliknya.
Selain intensitas cahaya, suhu udara, dan PH tanah, faktor biotik juga dapat sebagai faktor pembatas bagi komponen biotik lainnya, seperti tumbuhan hijau cacing dll. Untuk tumbuhan hijau (rumput teki, tapak liman, dan semanggi) dalam ekosistem padang rumput ditinjomoyo berpengaruh terhadap keberadaan hewan-hewan yang ada, terutama hewan konsumen I seperti semut, belalang, capung dll. Keberadaan  tumbuhan hijau disini harus tetap ada karena tumbuhan hijau tersebut berperan sebagai sumber makanan dari serangga yang ada pada ekosistem padang rumput tersebut. Sehingga apabila tumbuhan hijau tersebut musnah atau mati maka populasi serangga juga akan berkurang.


VI.            Kesimpulan
            Dengan demikian, factor lingkungan dapat dikatakan sebagai factor pembatas karena dapat membatasi pertumbuhan organisme dalam ekosistem. Faktor pembatas merupakan kebutuhan minimum yang harus dipenuhi bagi suatu organisme. Kebutuhan suatu organisme tersebut juga tidak boleh kurang ataupun lebih dari batas toleransi yang dimiliki oleh organisme tersebut. Jika salah satu factor pembatas tersebut tidak terpenuhi, maka organisme tidak dapat hidup dalam ekosistem tersebut. Setiap individu mempunyai factor pembatas yang berbeda dengan individu yang lain. Dengan adanya perbedaan factor pembatas setiap individu ini maka makhluk hidup dalam bumi ini tidak mempunyai niche yang sama. Dalam pembahasan kami tentang factor pembatas ini, factor lingkungan yang yang pengaruh langsungnya sangat menonjol dan mempengaruhi semua organisme yaitu suhu udara.

VII.            DAFTAR PUSTAKA
        Odum, eugene,P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi, edisi ketiga, Yogyakarta ; Universitas. Gajah Mada Press
        Odum, howard, T. 1992. Ekologi sistem, Yogyakarta ; Universitas Gajah Mada Press
       Polunin, nicholas. 1997. Teori ekosistem dan penerapannya. Yogyakarta ; Universitas Gajah Mada Pres
       Susatyo, ari. 2003. Petunjuk praktikum ekologi. Semarang ; IKIP PGRI Semarang