Hukum Minimum Liebig dan
Hukum Toleransi Shelford
Justus
Liebig (1803-1873),
seorang perintis ilmu kimia
modern lahir di Darmstadt, Jerman pada tanggal 12 Mei
1803. Pada tahun 1840,
Liebig mengemukakan teorinya yang dinamakan Hukum Minimum Liebig (Law of Minimum).
Berikut bunyi hukum
minimum Liebig :
“Untuk dapat bertahan dan hidup dalam keadaan tertentu, suatu
organisme harus memiliki bahan-bahan yang penting diperlukan untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakan, keperluan-keperluan dasar ini bervariasi antara jenis dan
dengan keadaan” (Rahardjanto, 2001).
Maksudnya, di bawah keadaan-keadaan
mantap bahan yang penting yang tersedia dalam jumlah paling dekat mendekati
minimum yang genting yang diperlukan akan cenderung merupakan pembatas. Namun,
hukum minimum ini kurang dapat diterapkan di bawah keadaan sementara apabila jumlah, pengaruhnya dari
bahan sangat cepat berubah. Liebig
menyatakan bahwa jumlah bahan utama yang dibutuhkan apabila mendekati keadaan
minimum kritis cenderung menjadi pembatas (Rahardjanto, 2001).
Selain itu, dalam
FAO, 1970 dalam Blair, 1979 dituliskan isi hukum minimum Liebig yaitu “The
amount of plant growth is regulated by the factor prosent in minimum amount and
rises or falls accordingly as this is increased or decreased in amount “. Yang
artinya adalah “Laju pertumbuhan tanaman diatur oleh adanya faktor yang berada
dalam jumlah minimum dan besar kecilnya laju pertumbuhan ditentukan oleh
peningkatan dan penurunan faktor yang berada dalam jumlah minimum tersebut”.
Sedangkan hukum toleransi Shelford
menyatakan :
“Kehadiran dan keberhasilan
suatu organisme tergantung kepada lengkapnya kompleks-kompleks keadaan.
Ketiadan atau kegagalan suatu organisme dapat dikendalikan oleh kekurangan atau
kelebihan secara kualitatif dan kuantitatif dari salah satu beberapa faktor
yang mungkin mendekati batas-batas toleransi organisme tersebut”
(Rahardjanto, 2001). Sehingga selama perubahan (kelebihan atau pun kekurangan
suatu faktor) masih dalam batas toleransi maksimum suatu organisme, maka hal
ini tidak akan berpengaruh terlalu besar pada kelangsungan hidup organisme
tersebut.
Misalnya pada tanaman. Untuk bisa
melangsungkan kehidupannya, tanaman membutuhkan berbagai faktor seperti cahaya
matahari, suhu, CO2, air, unsur hara dan lain-lain (Lakitan, 2004). Jika salah satu unsur tersebut tidak terpenuhi, maka
dapat menyebabkan kurang optimalnya pertumbuhan tanaman tersebut. Bahkan, jika
hilangnya salah satu unsur ini berlangsung terus-menerus dan diikuti dengan
hilangnya unsur yang lain maka dapat menyebabkan kematian pada tanaman itu
sendiri. Akan tetapi dengan adanya daya toleransi dari tanaman itu sendiri akan
membuat kesempatan hidup pada tanaman menjadi lebih besar, walaupun keadaannya
akan menjadi kurang optimal. Hal ini dapat dilihat pada pengaruh cahaya matahari
terhadap percepatan tumbuh tanaman.
Tanaman membutuhkan cahaya matahari
untuk membantu melangsungkan kehidupannya. Banyaknya cahaya yang dibutuhkan
tidak selalu sama pada setiap tanaman. Umumnya, tanaman membutuhkan cahaya
matahari dalam jumlah banyak untuk memproduksi energi (ATP) melalui proses
fotosintesis. Namun, ketika tanaman itu masih dalam masa pertumbuhan dari biji
menjadi kecambah, jumlah cahaya matahari yang terlalu banyak justru akan
mengurangi percepatan tumbuh tanaman itu sendiri. Hal ini terkait dengan adanya
hormon, dan zat pengatur tumbuh, seperti auksin, giberelin, sitokinin, etilen,
asam absisat, dan beberapa senyawa lain yang kesemuanya sangat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Salisbury, 1995).
Hormon tumbuhan
adalah senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian tumbuhan dan
dipindahkan ke bagian lain, dan pada konsentrasi yang sangat rendah mampu
menimbulkan suatu respons fisiologis (Salisbury, 1995). Auksin (dari bahasa Yunani auxein, “meningkatkan”) merupakan hormon
yang berperan dalam pertumbuhan tanaman dan terjadinya fototropisme pada
tanaman. Terdapat tiga jenis auksin, yaitu asam 4-kloroindolasetat (4-kloroIAA)
yang ditemukan pada biji kacang-kacangan, asam fenilasetat (PAA) dan asam
indolbutirat (IBA), keduanya terdapat pada berbagai jenis tanaman (Salisbury, 1995).
Dari uraian di
atas, diketahui bahwa dalam
hal ini cahaya matahari cenderung menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan
tanaman (dari biji menjadi kecambah). Walaupun demikian, tanaman yang terkena
cahaya matahari langsung tetap akan dapat hidup, hanya saja tanaman tersebut
menjadi tidak dapat tumbuh tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar